Beragam cara dilakukan untuk memperingati hari kemerdekaan, ada yang mengikuti upacara dan arak arakan karnaval budaya, mengikuti aneka perlombaan di kampung atau komplek, ada yang di puncak gunung, di tepi laut, dan lain lain.
Penulis sendiri pada tanggal 17 Agustus 2015 kemarin, bersama beberapa orang komunitas TTD (Tasikmalaja Tempo Doeloe), memperingatinya dengan berziarah ke makam Ema Eroh dan bersilaturahmi dengan keluarganya yang masih ada.
Mungkin ada yang masih ingat dan mengenal sosok Ema Eroh. Betul, beliau wanita tangguh dari kampung Pasir Kadu desa Santana Mekar kecamatan Cisayong kabupaten Tasikmalaya, yang dengan kegigihannya selama dua setengah tahun menggali parit/selokan di bibir jurang untuk mengalirkan airnya ke (asalnya ke sawah beliau), ketika sudah mengalir bukan hanya sawah beliau yang terairi tapi berpuluh hektar. Beliau hanya bersenjatakan belincong dan cangkul.
Perjuangan dan hasil karya beliau dianugrahi KALPATARU oleh Presiden Soeharto saat itu. Dengannya bukan hanya nama beliau yang harum, tapi Tasikmalaya pun semakin dikenal.
Kini setelah sebelas tahun beliau meninggal (Ema Eroh wafat pada tahun 2004), warisan yang tersisa di rumah beliau, adalah :
- Parit/selokan yang terbengkalai
- Makam dan nisan beliau
- satu buah bingkai foto dengan bupati Adang Roesman Alm.
- Satu buah poster pementasan seni yang mengangkat tema dan judul tentang beliau.
Dimanakah KALPATARUnya berada ?
Entah dimana Kalpataru sebagai anugrah perjuangan Ema Eroh berada atau disimpannya, keluarganya (Suami dan anak-anaknya) pun tidak mengetahui dengan pasti. Hanya katanya diambil oleh pemerintahan